Bahaya Orang Alim yang Takabur dan Sombong



Seorang ulama berkata, "Sejatinya, menasihati 100.000 orang awam itu lebih mudah bagi saya dari pada menasihati seorang berilmu yang telah tersesat dengan ilmunya dan tertutup batinnya."


Orang awam lebih mudah dinasihati karena memang ia masih kosong pikirannya. Sedangkan orang berilmu yang telah Allah ta'ala sesatkan dengan ilmunya maka berbagai dalil yang ia tau telah menjadi syubhat dalam pikirannya. 

Setiap disampaikan satu dalil padanya maka ia pun akan membantahnya dengan dalil juga, setiap kali dihilangkan satu syubhat dari pikirannya maka ia akan membuat syubhat baru lagi.


{ أَفَرَأَيْتَ مَنِ اتَّخَذَ إِلَٰهَهُ هَوَاهُ وَأَضَلَّهُ اللَّهُ عَلَىٰ عِلْمٍ وَخَتَمَ عَلَىٰ سَمْعِهِ وَقَلْبِهِ وَجَعَلَ عَلَىٰ بَصَرِهِ غِشَاوَةً فَمَن يَهْدِيهِ مِن بَعْدِ اللَّهِ ۚ أَفَلَا تَذَكَّرُونَ }

"Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya dan Allah membiarkannya berdasarkan ilmu-Nya dan Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya? Maka siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah (membiarkannya sesat). Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran?" (QS. Al Jatsiyah : 23)


Hakikat Ilmu

Ilmu itu seperti air, bagi satu orang air bisa sangat bermanfaat, namun bagi yang lain air bisa membuatnya tersedak. Al Qur'an pun demikian, banyak yang tersesat sebab Al-Qur'an dan banyak pula yang mendapatkan hidayah sebabnya.

Ulama berkata, "Tanda ilmu yang tujuannya demi Allah ta'ala adalah ketika orangnya semakin hari semakin besar rasa cintanya pada murid dan pada ibadah. Sedangkan tanda ilmu yang dipenuhi kedengkian adalah semakin hari orangnya bertambah sombong dan jumawa."

Ketahuilah bahwa ketika niat dalam mencari ilmu itu baik maka ilmu yang diraih pun baik, dan ketika buruk maka buruk pula yang diraih.

Ketika ada santri yang pada saat awal belajar sangat mengagungkan masyayikhnya tapi ketika sudah menjadi alim lalu ia jumawa hingga melupakan mereka, bahkan berani meremehkan mereka, menyepelekan urusan agamanya, tidak punya wirid membaca Al-Qur'an, tidak pula wirid shalawat keatas Nabi Muhammad, maka ilmu yang ia raih bukanlah ilmu yang menjadi hidayah menuju Allah.

Rasulullah bersabda, "Barangsiapa bertambah ilmu namun tidak bertambah hidayah maka tidaklah ia bertambah dari Allah ta'ala melainkan semakin jauh."

Beliau juga bersabda, "Hari apapun yang aku tidak bisa menambah ilmu yang bisa mendekatkan diriku kepada Allah ta'ala maka aku tidak diberkahi di hari itu." (Al Hadits)

Satu hari yang tidak diisi dengan belajar meski hanya satu masalah di antara masalah halal haram maka itu adalah hari yang rugi dan naas. Dan sebaliknya, hari yang diisi dengan menambah pengetahuan halal dan haram maka itulah hari keberuntungan.

Sumber: Al Fawaidus Syathiriyyah Qismut Tafsir, Sulthanul Ulama Al Habib Salim bin Abdullah Asy Syathiri, juz 1 hal. 185-187 (terjemah bikhtishar)



===========

Oleh: Ustadz Ahmad Atho