Logical Fallacy - Muhammad Nuruddin

Menurut si A, mazhab yang benar itu adalah mazhab Sunni. Menurut si B, mazhab yang benar itu adalah mazhab Syiah. Si B minta bukti kepada si A, “coba jelaskan, apa bukti kalau mazhab Sunni itu adalah mazhab yang benar?!” Lalu, si A menjawab, “coba kamu buktikan dulu, apa bukti kalau Syiah itu adalah mazhab yang benar? Kalau Anda tidak bisa membuktikan itu, berarti mazhab Sunnilah yang benar.” Pernah nggak sih Anda menjumpai orang semacam itu? Orang yang kalau diminta bukti atas pandangannya, dia lempar beban pembuktian itu kepada orang lain. Lalu, kalau yang lain itu tidak bisa menjawab, dia tariklah satu kesimpulan bahwa pandangannya itu adalah pandangan yang benar. Ini termasuk cara berpikir yang keliru. Tapi apa istilah kerennya? - Saya lahir di kota Sukabumi. Dan hidup di kampung yang bernuansa mistis. Narasi-narasi tentang sihir dan santet cukup banyak di kampung saya. Meskipun tempat mengaji juga berlimpah. Kalau saya ceritakan ini kepada orang-orang, bisa jadi ada yang berkesimpulan, “eh, kalau begitu, Sukabumi itu kampung santet ya!” Padahal, kampung saya hanyalah bagian kecil dari Sukabumi. Sukabumi itu luas. Tapi, karena informasi itu cukup mengangetkan dan mencolok, dan daerah yang dimaksud berada di kota Sukabumi, maka disimpulkanlah bahwa Sukabumi adalah kota santet. Tentu, ini adalah penilaian yang tidak adil.. Dan ini juga termasuk bagian dari kekeliruan berpikir. Pertanyaannya, apa istilah yang pas untuk menyebut kekeliruan semacam ini? - Sekarang dunia sedang heboh dengan isu penistaan agama. Kehebohan itu bermula dari pemenggalan kepala salah seorang guru sejarah di Prancis, yang menampilkan karikatur Nabi Muhammad Saw. Pelakunya adalah seorang Muslim. Momen seperti ini biasanya digunakan oleh orang-orang Ateis untuk menuduh agama sebagai biang keladi kerusuhan dan aksi-aksi kekerasan. Mereka menduga, bahwa keseriusan dalam beragama adalah sebab di balik itu. Lalu ditariklah satu kesimpulan, berdasarkan pengamatan tertentu, bahwa semakin serius orang beragama, semakin tidak toleranlah dia. Padahal, kenyataannya tidak begitu. Keseriusan bukanlah sebab utama, meskipun boleh jadi dia menjadi salah satunya. - Yang turut berperan sebenarnya bukan hanya soal keseriusan, tapi juga kesalah-pahaman orang dalam memahami dan menafsirkan. Masalahnya orang suka mengorek-ngorek informasi yang sesuai dengan pandangannya, lalu mengabaikan informasi lain yang bisa meruntuhkan pandangan itu. Dia comotlah sejumlah fakta yang menunjukkan bahwa keseriusan dalam beragama itu bisa menimbulkan hal-hal negatif. Padahal, di luar itu, ada juga orang yang serius dalam beragama, dan dengan keseriusannya dia bisa menjadi manusia yang teduh, damai, santai sekaligus tekun dalam beribadah. Tidak suka mencaci, tidak suka berbuat kekerasan. Lalu kenapa fakta yang diketengahkan hanya itu saja? Ini cara berpikir yang keliru. Tapi apa istilah yang pas untuk menyebut kekeliruan itu? - Contoh tambahan satu lagi. Ada orang yang punya gaya berpikir melingkar. Kenapa kamu percaya Tuhan? Ya karena Tuhan sendiri yang berkata dalam kitab suci-Nya bahwa Dia itu ada. Ringkasnya, dia ingin bilang: Saya percaya akan keberadaan Tuhan, dan buktinya adalah firman Tuhan itu sendiri. Tapi, masalahnya, firman Tuhan yang mengatakan diri-Nya ada itu baru bisa kita terima kalau Tuhan memang benar-benar ada, dan bisa dibuktikan keberadaan-Nya. Tuhan ada, buktinya firman Tuhan. Tapi bagaimana mungkin Anda bisa menjadikan firman Tuhan sebagai bukti, sedangkan keberadaan Tuhan sendiri belum bisa Anda buktikan? Cara berpikir seperti ini juga keliru. Tapi istilah apa yang tepat untuk menyebut kekeliruan tersebut? Buku ini hendak menjawab pertanyaan-pertanyaan semacam itu. - Pemesanan Buku WA: 089-667-067-221