Keutamaan Ilmu Menurut Imam al-Ghazali dalam Kitab Ihya Ulumiddin




Dalam kitab Ihya Ulumiddin Imam al-Ghazali menjelaskan keutamaan ilmu sebagai mukadimahnya. Berikut penjelasannya:

Tentang keutamaan ilmu, dalil-dalil dari Al-Qur‘an sangat banyak. Di antaranya firman Allah Swt., “...niscaya Allah akan mengangkat (de-rajat) orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat....” (al-Mujâdilah [58]: 11)

Ibnu Abbas berkata, “Derajat para ulama berada di atas kaum muslimin sejauh tujuh ratus derajat. Jarak antardua derajat adalah (sejauh) tujuh ratus tahun.”

Allah Swt. berfirman, “Apakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?” (az-Zumar [39]: 9)

Allah Swt. berfirman, “Di antara hamba-hamba Allah yang takut kepada-Nya, hanyalah para ulama....” (Fâthir [35]: 28)

Allah Swt. berfirman, “Dan perumpamaan-perumpamaan ini Kami buat untuk manusia dan tidak ada yang akan memahaminya, kecuali mereka yang berilmu.” (al-‘Ankabût [29]: 43)
Dalil-dalilnya dari hadits adalah sabda Rasulullah Saw.,

أَفْضَلُ النَّاسِ الْمُؤْمِنُ العَالِمُ الَّذِي إِنِ احْتِيْجَ إِلَيْهِ نَفَعَ، وَإِنِ اسْتُغْنِيَ عَنْهُ أَغْنَى نَفْسَهُ.
“Manusia terbaik adalah orang mukmin yang berilmu yang apabila dibutuhkan maka dia memberi manfaat, dan apabila tidak dibutuhkan maka dia mencukupi dirinya sendiri.”

Rasulullah Saw. bersabda,

اَلْإِيْمَانُ عُرْيَانٌ وَلِبَاسُهُ التَّقْوَى وَزِيْنَتُهُ الْحَيَاءُ وَثَمْرَتُهُ العِلْمُ.
“Iman itu telanjang. Pakaiannya adalah takwa, perhiasannya adalah rasa malu, dan buahnya adalah ilmu.” (HR Ibnu Abi Syaibah)

Rasulullah Saw. bersabda,

أَقْرَبُ النَّاسِ مِنْ دَرَجَةِ النُّبُوَّةِ أَهْلُ العِلْمِ وَأَهْلُ الْجِهَادِ، أَمَّا أَهْلُ العِلْمِ فَدَلُّوْا النَّاسَ عَلَى مَا جَاءَتْ بِهِ الرُّسُلُ، وَأَمَّا أَهْلُ الْجِهَادِ فَجَاهَدُوْا بِأَسْيَافِهِمْ عَلَى مَا جَاءَتْ بِهِ الرُّسُلُ.
“Manusia yang paling dekat dengan derajat kenabian adalah ahli ilmu dan ahli jihad. Ahli ilmu menunjukkan manusia kepada sesuatu yang dibawa oleh para rasul, sementara ahli jihad berjihad dengan pedang mereka berdasarkan sesuatu (tuntunan) yang dibawa oleh para rasul.” (HR Dzahabi)
Rasulullah Saw. bersabda,

اَلْعَالِمُ أَمِيْنُ اللهِ فِى الْأَرْضِ.
“Orang yang berilmu adalah orang kepercayaan Allah di bumi.” (HR Dailami)


يَشْفَعُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ الْأَنْبِيَاءُ ثُمَّ الْعُلَمَاءُ ثُمَّ الشُّهَدَاءُ.
“Orang-orang yang dapat memberi syafaat pada hari kiamat adalah para nabi, lalu para ulama, lalu syuhada.” (HR Ibnu Majah)

Fatah al-Mushili berkata, “Bukankah apabila orang sakit tidak di-beri makan, minum, dan obat, maka dia akan mati?” Lalu seseorang menjawab, “Benar.” Fatah berkata, “Begitu juga dengan hati. Apabila hati terhalang dari hikmah dan ilmu selama tiga hari, maka hati tersebut akan mati.”
Perkataan Fatah merupakan suatu kebenaran. Makanan bagi hati adalah ilmu dan hikmah. Tetapi, hati yang tidak merasakan keduanya akibat kesibukan-kesibukan dunia, maka hal itu akan mematikan sen-sitifitasnya. Apabila kematian itu telah menyingkap kesibukan-kesibukan itu darinya maka dia akan merasakan siksaan besar dan penyesalan yang tidak berakhir.

Inilah makna sabda Rasulullah Saw.,
النَّاسُ نِيَامٌ فَإِذَا مَاتُوْا انْتَبَهُوْا.
“Manusia itu tidur. Kemudian apabila mereka telah mati, mereka baru tersadar.”