Siapa Itu Ahlussunnah wal Jamaah? - Penjelasan Makna & Istilah
Definisi dari Aspek Bahasa
Ahlussunnah wal Jama’ah merupakan sebuah kalimat yang tersusun dari 3 kata yaitu ahlun, as-sunnah, dan al-jama’ah.
Ahlun berarti ‘keluarga’, seperi kata dalam bahasa arab ahlur rajul (keluarga seorang laki-laki tertentu). Ia juga berarti ‘orang yang memiliki keahlian’, seperti kata dalam bahasa arab ahlul qur’an. Ia juga berarti ‘penduduk suatu tempat’, seperti kata dalam bahasa arab ahlu Makkah (penduduk kota Mekah).
Ia
juga berarti ‘orang yang menganut keyakinan tertentu’, seperti kata dalam
bahasa arab ahlul madzhab (penganut madzhab tertentu) atau ahlul
Islam (pemeluk agama Islam). Juga berarti orang yang paling dihormati di
suatu daerah, seperti kata dalam bahasa arab ahlur rojul (orang yang
paling dihormati).
Sedangkan kata as-sunnah menurut pengarang kitab mukhtashor
as-shohah berarti ‘jalan’ atau ‘cara’ sebagaimana kata dalam bahasa arab istaqoma
fulanun ‘ala sunanin wahidin (fulan selalu melakukan cara itu). As-sunah
juga berarti as-siroh (jalan hidup) seperti kata dalam bahasa arab imdhi
‘ala sunanika (teruslah mengikuti jalan hidupmu).
Al-Azhari mengatakan bahwa as-sunnah adalah jalan
yang lurus dan yang baik, seperti dikatakan fulan min ahlis sunnah
(fulan adalah orang yang menempuh jalan yang baik dan lurus). Hadits nabi
mengatakan man sanna sunnatan hasanatan falahu ajruha wa ajru man ‘amila
biha. Wa man sanna sunnatan sayyi’atan (barangsiapa yang menciptakan
cara/jalan yang baik, maka ia akan mendapatkan pahalanya dan pahala orang yang
melakukannya. Sebaliknya, barangsiapa yang menciptakan jalan/cara yang buruk,
maka ia akan mendapatkan dosanya dan dosa orang-orang yang melakukannya). (tahdzibul
lughoh, Azhari).
Al-Jurjani mengatakan di dalam kitab at-ta’rifat, as-sunnah menurut bahasa berarti ‘jalan’ -baik jalan yang diridloi maupun yang tidak-. Ia berarti ‘kebiasaan’. Adapun makna as-sunnah menurut istilah adalah cara/jalan yang dilaksanakan di dalam agama tanpa adanya keharusan. Ia juga berarti apa-apa yang menjadi kebiasaan nabi Muhammad SAW yang sesekali ditinggalkan.
Jika kebiasaan yang dilakukan nabi itu termasuk bentuk ibadah,
maka ini dinamakan sunanul huda (jalan petunjuk). Namun jika kebiasaan
itu bukan termasuk ibadah maka dinamakan sunanuz zawa’id (sunah
tambahan).
Sunanul huda
berfungsi untuk menyempurnakan agama yang apabila ditinggalkan hukumnya makruh.
Sedangkan sunanuz zawaaid apabila dilakukan, itu baik baginya. Dan apabila
ditinggalkan tidak makruh, seperti mengikuti cara jalan nabi, cara berdiri,
sikap duduknya, cara berpakaian, cara makannya, dan lain sebagainya.
Segala sesuatu yang bersumber dari nabi Muhamad SAW -baik itu perkataan, perbuatan, atau ketetapan nabi- dapat dibagi menjadi dua. Yaitu sunanul huda yang juga diistilahkan dengan as-sunnah al-muakkadah -contohnya seperti adzan, iqomah, shalat rawatib, berkumur sebelum berwudhu, dan lain-lain-.
Hukum perkara-perkara ini menyerupai wajib. Namun orang yang meningggalkannya
tidak mendapatkan hukuman apa-apa. Dan yang kedua sunanuz zawa’id
-contohnya seperti adzan untuk seseorang yang shalat sendirian, bersiwak, dan
lain-lain-. (at-ta’rifat, al-Jurjani).
Adapun kata al-jama’ah secara bahasa berarti
‘bilangan’, atau ‘banyaknya sesuatu’. (lisaanul ‘arob, taajul ‘arus).
Dari penjelasan singkat di atas, maka dapat disimpulkan
bahwa makna kalimat Ahlussunnah wal Jama’ah adalah sekumpulan banyak
orang yang melakukan cara-cara yang baik dan terpuji.
Definisi Secara Terminologis
Untuk menjelaskan makna Ahlusunnah wal Jama’ah secara
syar’i/istilah, kami akan menggunakan metode sebagaiman yang telah kita gunakan
ketika menjelaskan maknanya secara bahasa. Setelah itu kami akan menjelaskan
maknanya secara global.
Makna Ahlun
Ahlun menurut
istilah tidak memiliki makna. Ini berbeda dengan kata ahlun dari segi
bahasa yang memiliki makna setelah di’idzofahkan (digabung) dengan kata
lain, seperti kata dalam bahasa arab ahlul kitab atau ahlul bait.
Makna As-Sunnah
Adapun kata as-sunnah menurut istilah memiliki makna yang berbeda-beda. Kata as-sunnah menurut ulama ahli hadits adalah setiap perkataan, perbuatan, ketetapan, jalan hidup, sifat fisik, akhlaq nabi, gerak dan diamnya, dalam keadaan sadar maupun tidur -baik sebelum atau setelah diutusnya menjadi nabi-.
Dan kata as-sunnah dalam hal ini mencakup
hal-hal yang wajib dan yang mandub (sunah). Bahkan ia juga mencakup
semua urusan agama. Karena dengan keseluruhan pribadi, perkataan dan perbuatan
nabi Muhammad SAW, agama ini dibawa olehnya.
Sedangkan kata as-sunnah menurut para ulama ahli
ushul fiqih dimaknai sebagai sumber hukum yang kedua setelah al-Qur’an. As-sunnah
dalam hal ini bermakna segala sesuatu yang disandarkan kepada nabi Muhammad
SAW baik itu perkataan, perbuatan, maupun ketetapannya.
Berbeda dengan ulama yang lain, para ulama ahli fiqih memaknai as-sunnah dengan al-mandub. Maksudnya sunnah adalah amalan dan peribadatan yang diperitahkan di dalam agama Islam yang tidak termasuk jenis ibadah fardlu (wajib).
Para ulama membedakan antara
ibadah yang mandub dan sunnah. Mandub mencakup segala hal
yang diperintahkan oleh syareat -baik yang ditetapkan oleh sunnah nabi maupun
penelitian dari sumber-sumber hukum syari’ah-. Sedangkan sunnah adalah
segala sesuatu yang hanya ditetapkan dengan hadits dan petunjuk yang langsung
dari nabi Muhammad SAW.
Adapun makna as-sunnah menurut ulama ahli aqidah/tauhid adalah semua petunjuk nabi Muhammad SAW di dalam masalah aqidah, keyakinan, ilmu dan amal. Disamping itu ia juga bermakna segala sesuatu yang dilakukan oleh khulafa’ur rosyidin (4 kholifah yang mendapatkan petunjuk yaitu Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali).
Ibnu Rojab al-Hambali mengatakan bahwa as-sunnah
adalah cara-cara yang kita lakukan yang berpegang pada apa-apa yang telah
dilakukan oleh nabi Muhammad SAW dan khulafa’ur rosyidin -baik dalam masalah aqidah
(keyakinan), perbuatan, dan perkataan. (jami’ul ulum wal hikam, Ibnu
Rojab al-Hambali).
Makna Al-Jama'ah
Adapun kata al-jama’ah maknanya telah diterangkan di dalam al-Qur’an, Firman Allah: “Berpeganglah kalian semua kepada tali (agama) Allah semuanya dan janganlah bercerai-berai”. (Ali Imron: 103).
Firman Allah: “Dirikanlah agama, dan janganlah kalian bercerai-berai di dalam agama”. (as-Syuro: 13).
Firman Allah: “Dan janganlah kalian bercerai-berai dan berselisih setelah datangnya keterangan (Islam). Dan bagi mereka itu ada adzab yang yang besar”. (Ali Imron: 105).
Seorang ulama ahli tafsir -Ibnu ‘Ajibah rodliyallahu
‘anh- mengatakan, “perpecahan yang dibenci adalah perpecahan di dalam
masalah ushul (dasar) agama, yaitu seperti permasalahan tauhid dan
aqidah. Golongan mu’tazilah dan ahlussunnah berselisih pendapat
dalam masalah itu. Ada 72 golongan yang telah muncul dari kelompok
mu’tazilah yang semuanya sesat. Dan ahlussunnah adalah golongan yang
selamat.
Adapun perbedaan di dalam permasalahan furu’ (cabang) agama adalah rahmat. Sebagaimana sabda nabi Muhammad SAW, khilafu ummati rohmatun (perbedaan pendapat diantara umatku adalah rahmat). Diantara contoh perbedaan yang diperbolehkan di dalam Islam adalah perbedaan pendapat para ulama ahli qiro’at al-Qur’an di dalam riwayat-riwayat yang berbeda, atau perbedaan guru-guru sufi dalam hal metode mendidik para murid yang ingin berjalan menuju Allah.
Sesungguhnya perbedaan pendapat adalah
rahmat, dan menjadi bukti akan luasnya ajaran agama Islam yang diperuntukkan
bagi umat Muhammad SAW yang dikasihi Allah. Barang siapa yang mengambil salah
satu madzhab dari beberapa madzhab yang ada di dalam agama Islam akan selamat,
selama ia tidak mengambil perkara yang ringan-ringan. (al-bahrul madid, Ibnu
‘Ajibah).
Nabi Muhammad SAW telah menasehati kita untuk bersatu dan
berjama’ah. Beliau melarang tindakan bercerai-berai dan berpecah-belah. Nabi
bersabda, man ro’a min amiirihi syai’an yakrohhu fal yashbir, fa’innahu
laisa ahadun yufaariqul jamaa’ata syibran fayamutu, illa maata maitatan
jaahiliyyatan. (HR Bukhori), artinya: “barang siapa melihat sesuatu yang
dibenci dari pemimpinnya, maka bersabarlah!. Apabila ada salah seorang dari
kalian yang melakukan tindakan memecah-belah jama’ah lalu ia mati, maka matinya
dianggap seperti matinya orang di zaman jahiliyah”.
Dari Abi Hurairah, Nabi bersabda, man khoroja minat
tho’ah wa faaroqol jamaa’ah fa maata, fa maitatun jaahiliyyatun. (HR Ibnu
Habban), artinya: “barang siapa yang keluar dari ketaatan kepada
pemimpin, lalu ia memecah-belah persatuan dan mati, maka matinya seperti
matinya orang di zaman jahiliyah”.
Nabi juga bersabda, inna banii isro’iila ikhtalafu ‘ala ihda awitsnaini wa sab’iina firqotan. Wa innakum satakhtalifuuna mitslahum aw aktsar, laisa minha showabun illa waahidatan. Qiila, ya rasulallah! maa haadzihil wihdah?, qoola, al-jamaa’ah wa aakhoruha finnaar (mushonnaf Abdir Rozak). Artinya: “Bani Israil telah berpecah-belah menjadi 71 atau 72 golongan. Dan kalian juga akan terpecah-belah seperti jumlah mereka, bahkan lebih banyak. Semuanya sesat, kecuali satu golongan”. Lalu para sahabat bertanya, “siapakah golongan itu wahai nabi!”, nabi menjawab, “al-jama’ah (yang berjama’ah), dan golongan lainnnya akan berada di neraka”.
Nabi bersabda, alaa inna man qoblakum min ahlil kitaab iftaroquu ‘ala tsintaini wa sab’iina millatan. Wa’inna haadzihil millah sataftariqu ‘ala tsalaatsin wa sab’iina, tsintaani wa sab’uuna finnaar wa waahidun fil jannah, wa hiyal jamaa’ah. (HR Abu Dawud). Artinya: “para ahli kitab sebelum kalian telah terpecah-belah menjadi 72 agama. Dan agama ini (Islam) akan terpecah menjadi 73 golongan. 72 golongan berada di neraka dan satu golongan berada di surga. Golongan yang satu itu adalah al-jama’ah”.
Nabi bersabda, inna bani isro’iila iftaroqot ‘ala ihda wa sab’iina firqotan. Wa inna ummati sataftariqu ‘ala tsintaini wa sab’ina firqotan, kulluha finnar illa waahidatan, wa hiyal jama’ah. (HR Ibnu Majah). Artinya: “bani Isra’il telah terpecah-belah menjadi 71 golongan. Sedangkan umatku akan terpecah menjadi 72 golongan. Semuanya berada di neraka kecuali satu golongan yaitu al-jama’ah).
Nash-nash
syariah -baik al-Qur’an maupun al-Hadits- di atas menunjukkan akan pentingnya jama’ah
dan kewajiban untuk selalu berjama’ah (bersatu dan berkelompok).